July 22nd, 2009
Sebuah
metode yang digunakan untuk mempermudah penyembelihan hewan adalah
dengan memingsankan hewan terlebih dahulu (stunning) sebelum disembelih.
Secara teknis cara ini memberikan kemudahan. Sebab hewan yang sudah
dipingsankan itu tidak akan meronta dan melakukan gerakan, sehingga
penyembelih menjadi lebih mudah melakukan tugasnya. Bagaimana hukumnya
jika ditinjau dari aspek kehalalan?
Metode pemingsanan memang lahir dari
Barat, ketika jumlah ternak dan kebutuhan daging terus meningkat. Ketika
hanya menyembelih satu atau dua ekor sapi, kita masih sanggup mengikat
dan merebahkannya secara manual untuk mengeksekusinya. Tetapi ketika
sudah ada ratusan bahkan ribuan ekor yang harus disembelih setiap
harinya, tentu tidak akan sanggup dilakukan secara manual.
Ada beberapa metode pemingsanan yang
sering dilakukan untuk berbagai jenis hewan. Untuk hewan ternak besar,
seperti sapi dan kambing, biasanya digunakan metode penembakan atau
pemukulan pada bagian kepalanya. Dengan pistol dan peluru khusus proses
penembakan ini dilakukan pada ukuran kaliber yang berbeda-beda sesuai
dengan besar kecilnya ukuran sapi. Metode ini dikenal dengan captive
bolt pistol.
Kepala yang ditembak dengan peluru
tumpul ini menyebabkan kerusakan pada jaringan otak, sehingga ternak
akan mengalami goyah dan pingsan. Dalam keadaan pingsan inilah sapi
menjadi lebih mudah dikendalikan, ia akan jatuh dan langsung disembelih
oleh jagal.
Titik kritis pada proses ini adalah,
apakah sapi atau binatang ternak itu sudah mati atau hanya pingsan oleh
penembakan tersebut. Sebab kalau jenis peluru yang digunakan terlalu
besar, maka ada peluang hewan tersebut tidak hanya sekedar pingsan,
tetapi langsung mati. Jika hal itu yang terjadi, maka binatang tersebut
telah menjadi bangkai. Proses penyembelihan yang dilakukan sesudah itu
menjadi sia-sia karena ia telah mati.
Majelis Ulama Indonesia melalui Komisi
Fatwa sebenarnya membolehkan metode stunning ini, tetapi dengan syarat
ada jaminan bahwa hewan yang mengalami pemingsanan tersebut tidak mati
sebelum disembelih. Kematian hewan tersebut harus akibat proses
penyembelihan, bukan akibat penembakan atau pemingsanan. Jaminan inilah
yang harus dipenuhi pengelola rumah potong untuk menghasilkan daging
yang halal.
Jenis pistol, kaliber dan berat peluru
sangat berpengaruh terhadap daya pingsan hewan. Beberapa contoh
pemingsanan untuk jenis hewan yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel
di bawah ini.
Penggunaan metode pemingsanan ini perlu
dikaji dengan seksama agar benar-benar memberikan pengaruh yang tepat
bagi hewan ternak. Ketika kekuatan peluru yang digunakan terlalu ringan,
maka hewan tidak akan pingsan, bahkan akan meradang dan menjadi ganas.
Ia akan meronta dan mengeluarkan tenaganya untuk berontak. Hal ini bisa
membahayakan pekerja atau jagal yang akan menyembelihnya. Sebaliknya
jika kekuatan peluru yang diberikan terlalu kuat, binatang ternak
tersebut akan langsung menemui ajalnya menjadi bangkai.
Selain itu waktu untuk menyembelih juga
harus dilakukan secara tepat. Jarak waktu yang ideal antara proses
stunning dengan proses penyembelihan adalah 20 hingga 30 detik. Kurang
dari itu akan sulit melakukannya, sementara lebih dari itu akan
menghasilkan dampak kurang baik.
Metode stunning telah diterapkan di
banyak negara, di Amerika, Eropa, Australia, termasuk juga di Indonesia.
Metode ini di satu sisi memang memberikan banyak kemudahan dalam
menyembelih hewan ternak, khususnya dalam skala besar. Namun di sisi
lain metode ini juga menyebabkan resiko dalam kehalalan, jika tidak
dilakukan dengan tepat dan baik.
Di tengah kekritisan metode stunning
ini, sebuah metode lain diperkenalkan oleh beberapa rumah potong hewan
di Irlandia. Mereka memasukkan sapi yang akan disembelih ke dalam sebuah
ruangan sempit yang bisa dikunci secara mekanis. Dengan demikian sapi
tersebut tidak bisa bergerak lagi karena begitu sempitnya kandang
tersebu dan sesuai dengan ukuran sapi. Kemudian secara mekanis pula
kandang besi tersebut berputar, sehingga sapi yang sudah masuk tadi ikut
berputar dan rebah dalam ikatan yang sangat kuat. Si jagal dengan
mudaknya memegang bagian leher sapi, yang sudah tidak bisa bergerak
tetapi masih sadarkan diri itu, untuk menyembelihnya.
Cara ini tentu saja jauh lebih aman dan
mudah dalam mengeksekusi sapi. Kendalanya adalah biaya investasi yang
cukup mahal untuk mengadakan peralatan tersebut. Tetapi dalam jangka
panjang metode ini tidak membutuhkan biaya operasional tinggi, karena
tidak membutuhkan peluru untuk setiap kepala sapi yang akan disembelih.
Oleh karena itu secara ekonomis metode ini juga cukup menguntungkan.
Selain tentunya jauh lebih aman dalam menjamin kehalalan daging yang
dihasilkannya. n Ir Nur Wahid, Msi, auditor LPPOM MUI dan ketua redaksi
Jurnal Halal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar