Jumat, 30 September 2011

Amankah Teh dengan Perisa?

Minum teh kini sudah menjadi bagian hidup manusia sehari-hari. Kapan pun dan dimanapun, sajian minuman teh akan selalu menemani. Tak cuma untuk menghilangkan dahaga dan ‘teman’ kudapan, namun teh juga dikonsumsi untuk berbagai khasiat kesehatan.
Teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman daerah tropis dan subtropis. Dari sekitar 3000 jenis teh hasil perkawinan silang, didapat 3 macam teh hasil proses, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh ini biasanya diolah dengan cara merajang daun teh untuk kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga mengalami perubahan kimiawi, sebelum dikeringkan dengan mesin. Hal tersebut akan menyebabkan warna daun menjadi coklat dan memberi cita rasa teh hitam yang khas.

Sejumlah penelitian membuktikan teh mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh. Misalnya karotin, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), nicotinic acid, pantothenic acid, absorbic acid (vitamin C), vitamin B6, manganese, dan potasium. Kandungan vitamin dan mineral tersebut membuat teh memiliki banyak khasiat bagi tubuh. Sebut misalnya untuk memperkuat daya tahan tubuh, mencegah tekanan darah tinggi, mengoptimalkan metabolisme tubuh, menangkal kolesterol, memperkuat gigi, mengurangi resiko keracunan makanan, bahkan untuk mencegah kanker.
Terjadinya proses fermentasi pada produk teh tadi, sedikit banyak mengundang pertanyaan tentang sejauhmana kehalalannya. Namun seperti dijelaskan oleh peneliti dari LPPOM MUI, Anton Apriyantono, jika teh itu adalah teh alami, maksudnya teh yang hanya mengandung daun teh atau campuran daun teh dan bunga melati, maka tidak ada masalah dari segi kehalalannya.
Akan tetapi pada saat ini, lanjut Anton, ada teh yang dibuat dengan menambahkan perisa (flavor, bahan yang digunakan agar teh memiliki bau tertentu yang diinginkan) seperti perisa melati. “Titik kritis teh yang dibuat dengan menambahkan perisa (flavor) ini ada pada perisa yang digunakan,” tegasnya.
Kekhawatiran ketidakhalalan perisa dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu: pelarut yang digunakan, diantaranya etanol dan gliserol, bahan dasar pembuatannya, serta asal bahan dasar yang digunakan. Etanol tidak diperkenankan digunakan sebagai pelarut akhir komponen-komponen flavor. Sebagai gantinya, kata Anton, dapat digunakan propilen glikol, walaupun toksisitas propilen glikol tidak lebih baik dari alkohol.
Gliserol yang digunakan sebagai pelarut tidak boleh berasal dari hasil hidrolisis lemak hewani. “Untungnya secara komersial kebanyakan gliserol merupakan hasil sintesis organik dengan menggunakan bahan dasar yang berasal dari minyak bumi,” terangnya lagi.
Sekilas tentang perisa
Perisa nabati — seperti yang digunakan untuk teh — umumnya berasal dari bahan halal. Sementara untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat dari hasil reaksi asam amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang lemak atau turunannya. Selain itu, pada waktu formulasi untuk flavor daging ayam misalnya seringkali diperlukan lemak ayam, sehingga perlu jelas dari mana asalnya.
“Dalam pembuatan flavor daging kadang digunakan pula ekstrak daging sehingga harus jelas pula jenis daging dan cara penyembelihan hewannya,” ungkapnya. Yang sering menjadi masalah adalah fusel oil dan turunannya. fusel oil diperoleh terutama sebagai hasil samping industri pembuatan minuman beralkohol, khususnya distilled beverages, yaitu diperoleh sebagai salah satu fraksi dalam distilasi hasil fermentasi alkohol. Karena diperoleh dengan memanfaatkan hasil samping minuman beralkohol (khamar) maka jelas fusel oil tidak diperkenankan digunakan oleh umat Islam.
Beberapa bahan flavor diperoleh dari hewan. Contohnya adalah civet (dari kucing civet yang banyak hidup di pegunungan Himalaya, diambil dari kelenjar susunya pada saat hewan itu masih hidup), musk oil (dari sejenis musang hidup), dan castoreum (dari hewan berang-berang). Walaupun sudah jarang ditemukan dalam formulasi flavor, akan tetapi kadang-kadang penggunaan bahan flavor dari hewani ini masih ditemukan pada flavor yang dibuat dengan menggunakan formula lama. Dan untungnya, tak ada teh rasa sapi atau ayam!
Sumber: Republika 14 Mei 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar