Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita
harus mengingat bahwa kehalalan suatu bahan tidak hanya tergantung pada
bahannya saja, ada prinsip-prinsip atau kaidah lain yang harus pula
diterapkan. Salah satu kaidah yang harus diterapkan adalah Islam
menutup lubang-lubang ke arah haram. Jadi apa saja yang akan membawa
kepada yang haram adalah haram (Yusuf Qardhawi dalam bukunya Halal Haram
dalam Islam).
Walaupun perisa daging babi dibuat
dengan tidak menggunakan bahan yang haram sekalipun, maka perisa daging
babi jenis ini seharusnya tidak boleh digunakan sama sekali (haram)
karena jika dibolehkan maka akan membawa kita menyukai apa-apa yang
Allah haramkan.
Secara awam saja kita tidak dapat
membedakan perisa daging ayam yang halal dengan yang tidak halal
(menggunakan bahan tidak halal dalam pembuatannya), apalagi perisa
daging babi yang kemungkinan menggunakan bahan yang tidak halalnya lebih
tinggi lagi. Disamping itu, jik akita telah terbiasa mengkonsumsi
bahan pangan berflavor daging babi sintetik (walaupun dibuat dari
bahan-bahan yang halal), maka kita akan cenderung untuk menyukainya dan
suatu saat tidak dapat lagi membedakan mana yang sintetik dan mana yang
alami serta mana yang dibuat dengan bahan yang tidak halal. Dengan
prinsip mencegah ke arah haram maka penggunaan perisa babi, bagaimanapun
dibuatnya tidak diperkenankan sama sekali.
Permasalahan lain juga timbul yaitu
dalam pembuatan perisa daging sering dilakukan dengan pencampuran
berbagai perisa yang sebelumnya sudah dibuat disamping base. Untuk
membuat perisa daging sapi misalnya, dapat digunakan perisa daging babi
sebagai salah satu bahan dasarnya disamping base dan bahan-bahan
lainnya. Dengan menggunakan prinsip mencegah ke arah haram maka
penggunaan perisa daging babi untuk pembuatan perisa daging (ayam, sapi,
dll.), walaupun dibuat dari bahan-bahan yang halal, tetap tidak
diperkenankan. Wallohu’alam bissawab (Jurnal Halal LP POM MUI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar