Jumat, 30 September 2011

Bebek dan Kambing Balap

June 27th, 2009 admin
mouse“Disini ada makanan yang namanya bebek balap dan kambing balap bu”, demikian kata seorang bapak yang menemani kami saat berada di Semarang. Saya tidak membayangkan hal yang aneh-aneh atau negatif. Toh di Surabaya juga ada makanan yang namanya lontong balap. Dulu saat saya tahu pertama kali saya masih kecil, dan agak sulit membayangkan gimana cara makan makanan tersebut, kalau yang mau dimakan lagi balapan. Ternyata lontong balap hanya sebuah nama untuk suatu makanan di Surabaya yang menggunakan petis sebagai bumbunya.

“Tapi Ibu harus hati-hati, karena bebek balap dan kambing balap hanyalah istilah untuk makanan yang sangat langka dimakan orang umum, apalagi sebagai seorang muslim”. Saya jadi penasaran mendengarnya. “Apa itu pak?” Si orang semarang ini lalu bercerita bahwa yang namanya bebek balap adalah tikus werok yang diolah dan kemudian disajikan sebagai makanan sedangkan kambing balap adalah makanan yang menggunakan daging anjing.
Saya dan teman kaget luar biasa, tidak pernah membayangkan kalau daging tikus pun akhirnya terbukti dikonsumsi oleh manusia. Daging anjing, pada beberapa daerah (seperti Menado, Solo) memang dikonsumsi oleh sebagian masyarakatnya. Tapi daging tikus? Ih..serem untuk membayangkannya.
Karena penasaran kami minta diantarkan oleh orang semarang tersebut untuk melihat dimana lokasi penjualan bebek balap dan kambing balap tersebut. Lokasi seperti warung tenda tersebut berada di kawasan stadion semarang. Waktu kami melihat lokasi tersebut, masih sore sehingga belum begitu banyak warung tenda yang berdiri. Hanya ada sekitar 3 –4 warung tenda yang sudah siap berjualan. Di warung tersebut tertulis,”sate rw (sate anjing).Untuk istilah daging anjing, selain kambing balap, maka “RW” juga merupakan istilah yang diperuntukkan untuk anjing.
Menurut cerita orang semarang tersebut, saat zaman Pak Harto (mantan Presiden Orba) warung-warung tenda yang menjual anjing dan tikus itu dilarang dan memang sempat tidak ada warung tenda yang sevulgar yang kami lihat pada sore itu. Namun di jaman reformasi, maka tenda-tenda itu pun bertebaran kembali mengikuti irama reformasi pula rupanya.
Selain bebek balap dan kambing balap ternyata ada istilah untuk jenis makanan lain yang dijual. Jika tertulis di warung tenda tersebut “menjual binatang buruan”, maka makanan yang disajikan bisa dipilih apakah mau menu daging celeng, biawak, dan binatang buruan apapun.
Lalu siapa sebenarnya konsumen warung tenda tersebut? Menurut cerita orang semarang tersebut bahwa konsumen warung tersebut berasal dari kalangan ekonomi bawah hingga atas. Jadi tidak hanya sekedar tukang becak yang mengkonsumsi makanan tersebut seperti disinyalir sebelumnya.Bisa jadi orang bermobil BMW pun menjadi konsumen warung tenda tersebut. Walaupun tidak ada penjelasan lebih lanjut apakah konsumen yang merata dari semua strata tersebut ada konsumen muslimnya.
Masih menurut orang semarang tersebut, karena permintaan pasar untuk daging anjing cukup menarik dan meningkat, maka di beberapa daerah seperti Solo dan Yogkarta kabarnya ada peternakan anjing yang khusus dijual untuk dikonsumsi. Harga 1 ekor anjing diperkirakan berkisar 150-200 ribu per ekornya.
Cerita diatas memang perlu ditelaah lebih lanjut. Tapi paling tidak kami sendiri sudah menyaksikan warung-warung tenda yang menjual produk tersebut. Hanya belum sampai pada siapa yang menjadi konsumennya. Anjing ataupun tikus adalah binatang yang memang tidak ada “sejarahnya” sebagai binatang untuk dikonsumsi. Apakah ini suatu kemunduran yang terjadi pada bangsa ini? Paling tidak kita berharap bahwa tidak ada konsumen muslim yang menjadi penggemar makanan tersebut. Karena di dalam aturan Islam sudah cukup jelas apa yang diharamkan dan apa yang dihalalkan. Walllahu’alam bish shawab. VNS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar