July 22nd, 2009
Daging
paha kodok sering “diresepkan” orang dari mulut ke mulut untuk anak
yang sering sesak nafas dan asma. Sementara orang lain yang menderita
diabetes harus disuntik dengan insulin yang berasal dari babi. Bolehkah
berobat atau memperkuat daya tahan tubuh dengan bahan-bahan yang haram?
Sebagai seorang Muslim, kita terikat
oleh aturan halal dan haram dalam memilih makanan dan minuman yang akan
kita konsumsi. Aturan-aturan itu termaktub dalam Alquran dan hadis serta
fatwa-fatwa ulama. Makanan dan minuman di sini tentunya juga termasuk
obat-obatan yang diminum atau dimakan.
Dalam kondisi tertentu, yaitu dalam
keadaan terpaksa atau darurat, kita memang diperkenankan untuk
mengkonsumsi barang haram. Misalnya dalam suatu daerah tidak ditemukan
makanan lain selain babi, maka daging babi itu bisa menjadi halal
dimakan. Definisi darurat dalam pandangan fikih adalah suatu keadaan
jika tidak makan bahan tersebut maka resikonya adalah mati.
Obat versus darurat
Kondisi darurat ini sering menjadi perdebatan yang cukup panjang dalam hal kesehatan atau memilih obat-obatan. Apakah berobat dengan bahan haram merupakan suatu keadaan darurat, ataukah masih bisa dicarikan jalan keluar lain yang menggunakan bahan halal?
Kondisi darurat ini sering menjadi perdebatan yang cukup panjang dalam hal kesehatan atau memilih obat-obatan. Apakah berobat dengan bahan haram merupakan suatu keadaan darurat, ataukah masih bisa dicarikan jalan keluar lain yang menggunakan bahan halal?
Dalam sebuah hadis disebutkan, “Setiap
penyakit pasti ada obatnya, kecuali penyakit pikun.” Dalam kaidah fikih
juga disebutkan bahwa Allah tidak akan menurunkan obat terhadap suatu
penyakit yang berasal dari yang haram. Kedua hal tersebut memberikan
keyakinan kepada kita bahwa sebenarnya setiap penyakit yang diberikan
Allah kepada manusia pasti disertai dengan jalan keluarnya atau
disediakan obatnya.
Masalahnya, kadang manusia tidak tahu
obat tersebut. Saat ini banyak penyakit-penyakit baru bermunculan
sebagai akibat dari perbuatan manusia yang belum ditemukan obatnya.
Penelitian dan penemuan baru di dunia
kedokteran ini banyak dilakukan oleh orang-orang non Muslim. Mereka
memanfaatkan apa saja yang bisa digunakan, tanpa mempedulikan aspek
halal dan haram. Ambil contoh penyakit diabetes yang terjadi akibat
ketidakmampuan seseorang untuk memproduksi enzim insulin yang berasal
dari babi. Ketika hal itu sudah terjadi, barulah umat Islam ribut,
bolehkah menggunakan insulin dari babi tersebut?
Kasus yang sama juga terjadi pada
penggunaan kapsul. Banyak sekali obat-obatan yang dibungkus dengan
kapsul dari gelatin. Kita tahu bahwa gelatin ini ada yang berasal dari
sapi, banyak pula yang dari babi. Sekali lagi, penemuan kapsul inipun
dilakukan oleh para ahli Barat yang tidak mempertimbangkan aspek halal
dan haram.
Mencari alternatif
Kalau kondisinya sudah demikian memang
serba sulit. Kita berada pada posisi buah simalakama. Digunakan
terbentur pada masalah haram, tidak digunakan nyawa terancam. Dalam hal
demikian bisa saja kondisi darurat digunakan untuk menyelamatkan nyawa,
sebab kalau tidak dipakai insulin tersebut maka nyawa pasien bisa
terancam.
Namun perlu disadari bahwa darurat
demikian mestinya bersifat jangka pendek. Dalam jangka panjang, menjadi
tantangan dan kewajiban kita untuk bisa menemukan alternatif pengganti
insulin babi yang bisa digunakan oleh para penderita diabetes.
Dengan keyakinan dan iman, kita yakin
bahwa pasti ada alternatif obat yang berasal dari bahan halal. Riset ini
sudah dimulai di New Zealand dan Malaysia dengan melibatkan banyak
pakar Muslim yang mencoba mencari insulin dari sapi atau sumber lain
yang halal.
Demikian juga dengan obat-obatan yang
lain, mestinya penelitian dan pengembangan obat dimulai dengan batasan
nilai yang sesuai dengan ajaran Islam. Artinya hanya bahan-bahan yang
halal sajalah yang dikaji untuk dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Dengan
demikian tidak ada masalah di kemudian hari ketika obat itu sudah bisa
digunakan. Anda para ilmuwan Muslim, silakan berlomba-lomba dalam
kebaikan di medan ini. Ir Nur Wahid MSi, auditor LPPOM MUI (republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar