Susu
bukan sekadar penyempurna menu sehari-hari. Menilik manfaatnya,
mustinya susu menjadi bagian ‘wajib’ dari susunan menu keluarga kita.
Susu, baik segar maupun bubuk, mempunyai kandungan gizi yang sangat
bermanfaat bagi tubuh. Dari sisi kehalalannya, mana yang lebih baik kita
konsumsi? Joko Hermanianto, Dosen Teknologi Pangan, IPB, menyatakan
bahwa dari kedua produk susu tersebut, susu cair dapat dibilang tak
memiliki titik kritis dalam status kehalalan.
Sedangkan produk sisi yang lazim
memiliki titik kritis adalah susu bubuk. ”Pintu non-halal ini bisa
karena keberadaan emulsifer dalam susu tersebut maupun tambahan bahan
lainnya, seperti vitamin,” ujarnya. Di luar negeri, susu bubuk dibuat
dengan cara spray drying. Melalui cara ini, susu cair dimasukkan ke
dalam sebuah celah yang sangat sempit. Dan memancarlah dari celah
tersebut udara yang kering.
Dengan demikian, hanya udara kering yang
mengenai susu cair tersebut. Dari proses spray drying ini kemudian susu
cair tadi berubah ujud menjadi bubuk. Tak demikian prosesnya dengan
yang terjadi di Indonesia. Biasanya, jelas Joko, produsen akan
mencampurkan susu bubuk yang diimpor dengan perasa atau pun tambahan
bahan lainnya. ”Dalam proses pencampuran inilah terdapat titik kritis
bagi status kehalalan susu tersebut,” katanya, kepada Republika.
Produsen biasanya akan mencampurkan emulsifer (gabungan lemak dan bahan
yang mudah larut misalnya fosfat) ke dalam susu bubuk tersebut. Lemak
inilah yang harus telusuri lebih lanjut.
Dari manakah asal lembak tersebut,
apakah dari hewan yang haram? Ataukah dari hewan yang halal namun
disembelih tak sesuai dengan Islam. Banyak pula produk susu bubuk yang
ditambahkan di dalamnya vitamin. Menurut Joko, vitamin B biasanya
berasal dari ekstrak hati. Lalu dari esktrak hati hewan manakah vitamin B
tersebut? Ini juga mesti menjadi kewaspadaan khususnya bagi muslim. Di
sisi lain, vitamin bersifat sangat mudah rusak karena oksidasi atau hal
lainnya. Guna melindungi vitamin dari kerusakan maka dilakukan
enkapsulasi. Yaitu memerangkap vitamin itu ke dalam media tertentu. Nah
bahan enkapsulasi ini, dapat berasal dari dextrin atau gelatin yang
umumnya berasal dari babi. Demikian pula dengan susu formula.
Produk ini merupakan kelanjutan dari
susu bubuk yang kemudian dihaluskan kembali. Terdapat sejumlah zat pula
di dalamnya. Misalnya, dengan adanya penambahan protein baik whey maupun
kasein protein. ”Bahan baku protein ini yang harus menjadi
perhatian,”ungkapnya. Dalam praktiknya, jelas Joko, whey protein ini
terbentuk dari sebuah proses penggumpalan susu dalam pembuatan keju. Ia
bisa saja merupakan limbah dari industri keju atau mentega. Di mana
dalam penggumpalan tersebut dilakukan dengan menambahkan enzim maupun
asam yang disebut penggumpal atau koagulan.
Penggumpal yang kerap dipakai adalah
rennet, bahan yang berasal dari perut sapi muda. Pada saat ini rennet
tak hanya diperoleh dari perut sapi muda melainkan juga perut sapi
dewasa, anak kambing, kambing dewasa, domba dan babi. Maka bergantung
pada dari mana rennet itu dihasilkan. Dengan kenyatan ini, apa yang
harus dilakukan oleh konsumen muslim? Joko menyatakan bahwa untuk
menelusuri titik kritis yang disebutkan di atas memang tak mudah
dilakukan oleh orang awam. Namun memang yang paling mudah adalah dengan
meneliti apakah produk susu itu telah bersertifikat halal atau belum.halalguide.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar