Inilah yang kami sedihkan pada kaum 
wanita saat ini. Zaman sudah semakin rusak. Perzinaan di mana-mana. 
Pornografi yang sudah semakin marak. Bahkan hal-hal porno semacam ini 
bukan hanya digandrungi oleh orang dewasa, namun juga anak-anak. Bahkan 
terakhir ini yang sudah membuat kami semakin geram, tidak sadar-sadarnya
 wanita dalam berpakaian. Saat ini sangat berbeda dengan beberapa tahun 
silam. Sekarang para wanita sudah banyak yang mulai membuka aurat. Bukan
 hanya kepala yang dibuka atau telapak kaki, yang di mana kedua bagian 
ini wajib ditutupi. Namun, sekarang ini sudah banyak yang berani membuka
 paha dengan memakai celana atau rok setinggi betis. Ya Allah, kepada 
Engkaulah kami mengadu, melihat kondisi zaman yang semakin rusak ini.
Kami tidak tahu beberapa tahun mendatang,
 mungkin kondisinya akan semakin parah dan lebih parah dari saat ini. 
Mungkin beberapa tahun lagi, berpakaian ala barat yang transparan dan 
sangat memamerkan aurat akan menjadi budaya kaum muslimin. Semoga Allah 
melindungi keluarga kita dan generasi kaum muslimin dari musibah ini.
Tanda Benarnya Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ 
أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ 
بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ 
رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ 
الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ 
مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka 
yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti
 ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian 
tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta 
yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan 
mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan 
sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Hadits ini merupakan tanda mukjizat 
kenabian. Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits 
ini sangat mencela dua golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak
 muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman
 beliau, namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup 
(Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai Rabbku. Dan 
zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.
Saudariku, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’
An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.
Makna pertama: wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.
Makna kedua: wanita yang mengenakan 
pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan dan tidak mau mengutamakan 
akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan kepada Allah.
Makna ketiga: wanita yang menyingkap 
sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. 
Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
Makna keempat: wanita yang memakai 
pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut 
berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Pengertian yang disampaikan An Nawawi di 
atas, ada yang bermakna konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak).
 Begitu pula dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
“Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para 
wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk 
tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib 
ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada 
hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)
Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna kasiyatun ‘ariyatun,
“Senyatanya memang wanita tersebut 
berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut 
mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna
 lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan
 pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun 
enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia 
berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah
 dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota 
tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.” 
(Faidul Qodir, 4/275)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy. Beliau mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna.
Pertama: wanita yang memakai pakaian 
tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang 
memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang.
Kedua: wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang.
Ketiga: wanita yang mendapatkan nikmat 
Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya. (Kasyful Musykil min Haditsi
 Ash Shohihain, 1/1031)
Kesimpulannya adalah kasiyatun ‘ariyat 
dapat kita maknakan: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak 
bagian dalam tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib 
dia tutup.
Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini??? 
Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi
 wa sallam. Memakai pakaian tetapi sebenarnya telanjang, dikatakan oleh 
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “wanita seperti itu tidak akan 
masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium 
selama perjalanan sekian dan sekian.”
Perhatikanlah saudariku, ancaman ini 
bukanlah ancaman biasa. Perkara ini bukan perkara sepele. Dosanya bukan 
hanya dosa kecil. Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di
 atas. Wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga dan bau surga
 saja tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan ancaman seperti ini?
Jika ancaman ini telah jelas, lalu kenapa
 sebagian wanita masih membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai
 rok hanya setinggi betis? Kenapa mereka begitu senangnya memamerkan 
paha di depan orang lain? Kenapa mereka masih senang memperlihatkan 
rambut yang wajib ditutupi? Kenapa mereka masih menampakkan telapak kaki
 yang juga harus ditutupi? Kenapa pula masih memperlihatkan leher?!
Sadarlah, wahai saudariku! Bangkitlah dari kemalasanmu! Taatilah Allah dan Rasul-Nya!
Berikut adalah contoh jilbab-jilbab yang keliru!



































Bonus:






SYARAT-SYARAT JILBAB SYAR’I: 
1. Menutupi seluruh badan. 
2. Tidak diberi hiasan-hiasan hingga mengundang pria untuk melihatnya. 
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Katakanlah (ya Muhammad) kepada 
wanita-wanita yang beriman: hendaklah mereka menundukkan pandangan mata 
dan menjaga kemaluan mereka, dan jangan menampakkan perhiasan mereka 
kecuali apa yang biasa nampak darinya. Hendaklah mereka meletakkan dan 
menjulurkan kerudung di atas kerah baju mereka (dada-dada mereka)…” 
(An-Nuur: 31)
3. Tebal tidak tipis. 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Akan ada nanti di kalangan akhir umatku para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang…”
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“… laknatlah mereka karena sesungguhnya 
mereka itu terlaknat.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu`jamush Shaghir 
dengan sanad yang shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Albani dalam 
kitab beliau Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 125)
Kata Ibnu Abdil Baar rahimahullah: “Yang 
dimaksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya (di atas) 
adalah para wanita yang mengenakan pakaian dari bahan yang tipis yang 
menerawangkan bentuk badan dan tidak menutupinya maka wanita seperti ini
 istilahnya saja mereka berpakaian tapi hakikatnya mereka telanjang.”
4. Lebar tidak sempit. 
Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma 
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakaikan aku pakaian
 Qibthiyah yang tebal yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada 
beliau maka aku memakaikan pakaian itu kepada istriku. Suatu ketika 
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Mengapa engkau tidak 
memakai pakaian Qibthiyah itu?” Aku menjawab: “Aku berikan kepada 
istriku.” Beliau berkata: “Perintahkan istrimu agar ia memakai kain 
penutup setelah memakai pakaian tersebut karena aku khawatir pakaian itu
 akan menggambarkan bentuk tubuhnya.” (Diriwayatkan oleh Adl-Dliya 
Al-Maqdisi, Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan, kata Syaikh Al-Albani 
rahimahullah dalam Jilbab, hal. 131).
5. Tidak diberi wangi-wangian. 
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wanita mana saja yang memakai 
wangi-wangian lalu ia melewati sekelompok orang agar mereka mencium 
wanginya maka wanita itu pezina.” (HR. An Nasai, Abu Daud dan lainnya, 
dengan isnad hasan kata Syaikh Al-Albani dalam Jilbab, hal. 137).
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki. 
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu 
mengatakan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki
 yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.”
 (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya. Dishahihkan Syaikh Al-Albani 
dalam Jilbab, hal. 141).
7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir. 
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa 
sallam dalam banyak sabdanya memerintahkan kita untuk menyelisihi 
orang-orang kafir dan tidak menyerupai mereka baik dalam hal ibadah, 
hari raya/perayaan ataupun pakaian khas mereka.
8. Bukan merupakan pakaian untuk ketenaran,
 yakni pakaian yang dikenakan dengan tujuan agar terkenal di kalangan 
manusia, sama saja apakah pakaian itu mahal/mewah dengan maksud untuk 
menyombongkan diri di dunia atau pakaian yang jelek yang dikenakan 
dengan maksud untuk menampakkan kezuhudan dan riya.
Berkata Ibnul Atsir: Pakaian yang 
dikenakan itu masyhur di kalangan manusia karena warnanya berbeda dengan
 warna-warna pakaian mereka hingga manusia mengangkat pandangan ke 
arahnya jadilah orang tadi merasa bangga diri dan sombong. Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang memakai pakaian untuk 
ketenaran di dunia maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada 
hari kiamat kemudian dinyalakan api padanya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah 
dengan isnad hasan kata Syaikh Albani dalam Jilbab, hal. 213).
Sumber:
- “Berjilbab Tapi Telanjang”, http://bahterailmu.wordpress.com
- kitab Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah.
- “Jilbab yang Sesuai dengan Syariat”, http://www.asysyariah.com
- http://gizanherbal.wordpress.com
Oleh Abu Fahd Negara Tauhid.

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar