Sabtu, 19 November 2011

HIKMAH PENCIPTAAN KAYU DAN TANAMAN DI PADANG PASIR

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:”Di antara keindahan hikmah Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam penciptaan kayu adalah, bahwasanya Dia menciptakan kayu tersebut mengapung di atas air. Hal itu adalah untuk sebuah hikmah yang mendalam, karena seandainya tidak demikian maka ia tidak mungkin kapal-kapal (di zaman Ibnul Qayyim rahimahullah, yang mana perahu saat itu terbuat dari kayu) bisa membawa beban-beban dan barang-barang sebesar gunung, berlayar kesana kemari membelah samudera. Seandainya tidak demikan niscaya sarana ini (kapal) tidak mungkin siap melayani manuisa untuk mengangkut barang dagangan dan perlengkapan mereka yang banyak, serta membawanya dari satu negara ke negara lain (lewat jalan air). Yang mana kalau barang-barang tersebut diangkut lewat jalan darat, niscaya akan sangat besar beban yang ditanggung manusia untuk mengangkutnya, yang pada akhirnya akan terganggn penyaluran kebutuhan-kebutuhan manusia.”
Beliau rahimahullah melanjutkan:”Dan mungkin saja anda bertanya, apa hikmah keberadaan tumbuh-tumbuhan yang tersebar di padang pasir, tanah yang tak berpenghuni dan di gunung-gunung yang tidak ada penghuninya?”. Dan mungkin anda menyangka bahwa hal tersebut adalah tambahan yang tidak dibutuhkan dan tidak ada manfaat dalam penciptaannya. Dan keyaknian seperti ini adalah menurut kadar akal dan ilmu. Maka betapa banyak hikmah dan tanda-tanda keagungan sang Pencipta yang ada dalam penciptaan tumbuh-tumbuhan tersebut. Di antara hikmahnya adalah bahwa tumbuh-tumbuhan itu adalah makanan bagi binatang buas, burung dan binatang melata, ia juga sebagai tempat tinggal binatang-bnatang tersebut, yang mana anda tidak melihatnya di bawah dan di atas bumi. Ia laksana meja makan yang Allah Subhanahu wa Ta'ala siapkan untuk burung-burung dan binatang tersebut. Mereka mengkonsumsinya sesuai kebutuhan mereka dan mereka meninggalkan sisanya, sebagaimana jamuan makanan yang banyak dan melimpah untuk tamu tersisa karena kelapangan rizki pemilik makanan, kekayaannya yang sempurna, dan banyaknya ia memberi nikmat.”
(Sumber: تأملات ابن القيم في الأنفس و الأفاق Darul Huda Linnasyr wat Tauzi’, Riyadh hal 315-316. Diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar