Kamis, 01 Desember 2011

Puding yang Menggiurkan


Sebagai makanan penutup, puding banyak diminati. Dengan rasanya yang manis dan teksturnya yang lembut, pudding banyak disajikan pada acara-acara pesta. Tampilan dan bentuknya bermacam-macam, dengan variasi rasa yang beragam: cokelat, vanila, melon, stroberi, mangga, jeruk, moka, dan sebagainya.

Membuatnya pun tak sulit-sulit amat. Bahan dasarnya adalah tepung tapioka atau pati termodifikasi, susu, whey powder, gula, karagenan, atau kadang-kadang juga gelatin. Untuk menghasilkan puding dengan tekstur yang lembut biasanya dibutuhkan campuran bahan-bahan yang tepat, kemudian dicampurkan dengan air dan dimasak. Bahan tambahan yang biasa dipakai adalah bahan perasa dan bahan pewarna. Perasa dan pewarna ini disesuaikan, misalnya untuk rasa jeruk digunakan warna oranye, untuk rasa cokelat dengan warna coklat, dan seterusnya.
Meskipun sederhana, dibutuhkan kejelian dan kecermatan dalam mencampur berbagai bahan tersebut untuk menghasilkan puding dengan rasa dan tekstur yang sesuai dengan keinginan. Jika kurang pas, maka akan dihasilkan puding yang terlalu lembek atau terlalu keras. Keduanya sama-sama tidak dikehendaki. Sebab yang diinginkan adalah puding yang lembut, halus, tidak ada yang keras, tidak lembek, enak dipandang, dan enak pula dikunyah.
Jika tidak ingin repot, kini tersedia bahan puding istan. Membuatnya jauh lebih mudah, tinggal menuangkan seluruh isinya, menambahkan air dengan takaran tertentu dan merebus sebentar. Setelah itu puding siap dicetak dan ditunggu dingin. Ketika sudah dingin, maka makanan yang lezat itupun siap dihidangkan dan disantap.
Beberapa produsen bahkan ada yang sudah melengkapinya dengan vla. Vla adalah cairan kental yang dicampurkan dan dimakan bersama pudding. Kehadiran vla ini membuat pudding yang sudah lezat itu bertambah nikmat dan menarik untuk dicicipi.
Sebagai konsumen Muslim, tentunya kita harus melihat secara kritis, apakah makanan lezat yang menarik itu dijamin kehalalannya ataukah tidak. Menilik bahan-bahan yang digunakannya, maka pudding dan vla ini perlu mendapatkan perhatian khusus.
Pertama adalah bahan pembetuk gel atau pembuat tekstur. Pada beberapa puding memang digunakan pati atau pati termodifikasi sebagai bahan penghasil gel. Ketika ditambahkan air dan dipanaskan, maka akan terjadi reaksi gelatinisasi. Air akan terserap ke dalam pati tersebut dan terjebak dalam matriks, sehingga menghasilkan tekstur kenyal. Namun ketika hanya pati saja yang digunakan, maka gel tersebut tidak terlalu kuat, sehingga pada waktu tertentu akan terjadi proses pengeluaran air dari matriks dan gel akan pecah.
Hal demikian tentu saja tidak dikehendaki. Oleh karena itu, biasanya ditambahkan bahan pembentuk gel lain yang lebih stabil. Celakanya, bahan itu bisa jadi tidak halal, seperti penggunaan gelatin dari tulang babi atau hewan lain yang diragukan kehalalannya. Penggunaan gelatin selain menghasilkan gel yang lebih stabil juga membuat tekstur pudding menjadi lebih lembut dan kenyal.
Bahan lain yang sering digunakan dalam pembuatan puding ini adalah whey powder. Sebenarnya whey powder berasal dari susu, dan biasanya berasal dari susu sapi. Tetapi dalam proses pembuatannya, whey ini menggunakan rennet untuk memisahkan antara padatan dan cairannya. Sebenarnya whey merupakan produk samping dari proses pembuatan keju. Bagian padatannya menjadi keju, sedangkan bagian cairannya diproses lebih lanjut menjadi whey powder.
Penggunaan rennet inilah yang perlu dikaji lebih lanjut, apakah berasal dari rennet halal ataukah tidak. Rennet yang ada di pasaran bisa berasal dari produk mikrobial, dari perut anak sapi atau dari perut babi. Ketika berasal dari rennet babi, maka hal ini akan menjadikan keju dan whey yang dihasilkannya haram. Demikian juga ketika berasal dari anak sapi, mesti dilihat, apakah proses penyembelihannya menggunakan cara Islam ataukah tidak. Sebab jika tidak disembelih sesuai dengan aturan Islam, maka produk yang dihasilkannya juga menjadi haram. Sedangkan untuk rennet yang diproduksi secara mikrobial, masih harus dilihat, apakah media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba tersebut berasal dari bahan yang halal, ataukah dari yang haram atau najis.
Terakhir, bahan perasa yang digunakan perlu pula dikaji, apakah halal atau tidak. Untuk menghasilkan berbagai rasa, seperti cokelat, jeruk, melon, mangga, vanila dan seterusnya, biasanya digunakan bahan perasa. Nah, bahan perasa inipun juga bisa berasal dari bahan-bahan yang meragukan. Meskipun rasa buah-buahan, tidak jarang juga digunakan alkohol atau turunannya sebagai pelarut. Misalnya saja fusel oil dan cognag oil yang merupakan hasil samping dari minuman keras. Penggunaan bahan-bahan tersebut ternyata tidak diperbolehkan menurut Komisi Fatwa MUI.
Nah, dari berbagai kajian terhadap bahan tersebut, perlu kiranya kita mencermati puding menggiurkan yang disajikan di depan kita. Tentu saja tidak semua puding tersebut berarti haram. Banyak juga produk puding yang sudah mendapatkan sertifikat halal.Nur Wahid, Auditor LPPOM MUI dan Ketua Redaksi Jurnal Halal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar