Islam memerintahkan kepada pemeluknya
untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram.
Rasulullah bersabda: “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw
bersabda: ” Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang
baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min
sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: “Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal
yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Dan firmanNya yang lain: “Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu” Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki,
dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia
menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi !
Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai
dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan
dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima
do’anya”. (HR Muslim no. 1015).
Jenis Makanan HARAM:
1. BANGKAI
Yaitu hewan yang mati bukan karena
disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang
ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada
bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi
kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sbb :
A. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.
B. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati
karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum
dengan alat listrik.
C. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati.
D. An-Nathihah yaitu hewan yang mati
karena ditanduk oleh hewan lainnya (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim 3/22
oleh Imam Ibnu Katsir).
Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits:
“Dari Ibnu Umar berkata: ” Dihalalkan
untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan
belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” (Shahih. Lihat
Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11)
Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:
“Laut itu suci airnya dan halal
bangkainya.”: (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th
11) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al–Albani berkata dalam Silsilah
As-Shahihah (no.480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu
halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air
(laut)? Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk
bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan
halal bangkainya” (HR. Daraqutni: 538).
Adapun hadits tentang larangan memakan
sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. (Lihat pula
Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh
An-Nawawi).
2. DARAH
Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:
“Atau darah yang mengalir” (QS.
Al-An’Am: 145) Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa’id bin
Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang
diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang
terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta
atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat
makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat
ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24).
Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada
pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas
tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher
setelah disembelih.Semuanya itu hukumnya halal.
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan:
“Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah
darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka
tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya”. (Dinukil
dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan).
3. DAGING BABI
Babi baik peliharaan maupun liar, jantan
maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun
minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur’an,
hadits dan ijma’ ulama.
4. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH
Yakni setiap hewan yang disembelih
dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar
setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya,
apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain
Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum
sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
5. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS
Yakni hewan yang diterkam oleh harimau,
serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya,
maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian
lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama.
Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh
binatang buas baik kambing, unta,sapi dsb, maka Allah mengharamkan hal
itu bagi kaum mukminin.
Adapun hewan yang diterkam binatang
buasa apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan
kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara
syar’i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara
halal.
6. BINATANG BUAS BERTARING
Hal ini berdasarkan hadits : “Dari Abu
Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring
adalah haram dimakan” (HR. Muslim no. 1933)
Perlu diketahui bahwa hadits ini
mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid
(1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/118-119)
Maksudnya “dziinaab” yakni binatang yang memiliki taring atau kuku
tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa,anjing, macan tutul,
harimau,beruang,kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan”. (Lihat
Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi).
Hadits ini secara jelas menunjukkan
haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja.
Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. (lihat
At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I’lamul Muwaqqi’in (4-356) oleh
Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani.
Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan
dalam At-Tamhid (1/127): “Saya tidak mengetahui persilanganpendapat di
kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak
boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui
seorang ulama’pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikianpula
anjing,gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama
saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi saw bukan
pendapat orang….”.
Para ulama berselisih pendapat tentang
musang. Apakah termasuk binatang buas yang haram ataukah tidak ?
Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana pendapat Imam
Ahmad dan Syafi’i berdasarkan hadits :
“Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah
bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ?
Jawabnya: “Ya”. Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau
menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari
Rasulullah ? Jawabnya: Ya. (Shahih. HR. Abu Daud (3801), Tirmidzi (851),
Nasa’i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu
Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam
At-Talkhis Habir (1/1507).
Lantas apakah hadits Jabir ini
bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim
menjelaskan dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi
antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori
binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf
(kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah
Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad
Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3-28)
7. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM
Hal ini berdasarkan hadits : Dari Ibnu
Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang
bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim no. 1934)
Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh
Sunnah (11/234): “Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti
burung garuda, elang dan sejenisnya”. Imam Nawawi berkata dalam Syarh
Shahih Muslim 13/72-73: “Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab
Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya
memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.”
8. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)
Hal ini berdasarkan hadits:
“Dari Jabir berkata: “Rasulullah
melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan
memperbolehkan daging kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941)
dalam riwayat lain disebutkan begini : “Pada perang Khaibar, mereka
menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari
bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda. (Shahih. HR Abu Daud
(3789), Nasa’i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi
(9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no.
2811).
Dalam hadits di atas terdapat dua masalah :
Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini
merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama
setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di
atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan
ulama. (Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani).
Kedua : Halalnya daging kuda. Ini
merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan
mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di
atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat
Bukhari Muslim dari Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ”
Salafmu biasa memakannya (daging kuda)”. Ibnu Juraij berkata: “Apakah
sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147)
oleh Imam As-Shan’ani).
9. AL-JALLALAH
Hal ini berdasarkan hadits :
“Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).
“Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).
“Dalam riwayat lain disebutkan:
Rasulullah melarang dari memakan jallalah dan susunya.” (HR. Abu Daud :
3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189).
“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
kakeknya berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah,
menaiki dan memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz
dalam Fathul Bari 9/648).
Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan
baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah
kotoran-kotoran seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya. (Fahul
Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598)
meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan
kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan
Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254)
juga berkata: “Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran
sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran
hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah
dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya…”
Hukum jalalah haram dimakan sebagaimana
pendapat mayoritas Syafi’iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga
ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-’Ied dari para fuqaha’ serta dishahihkan
oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan
Al-Ghozali. (Lihat Fathul Bari (9/648) oleh Ibnu Hajar).
Sebab diharamkannya jalalah adalah
perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada
daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi
haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas
waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): “Ukuran waktu
boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan
tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat
yang benar.”. Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul
Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3/32).
10. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA
Berdasarkan hadits: “Dari Abdur Rahman
bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis
biawak). (Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa
Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam
As-Shahihah no. 2390).
Benar terdapat beberapa hadits yang
banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan
bolehnya makan dhob baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir
(persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu’
(sampai pada nabi) “Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak
mengharamkannya.” (HR Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943)
11. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH
“Dari Aisyah berkata: Rasulullah
bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal
maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam. ” (HR. Muslim no. 1198 dan
Bukhari no. 1829 dengan lafadz “kalajengking: gantinya “ular” )
Imam ibnu Hazm mengatakan dalam
Al-Muhalla (6/73-74): “Setiap binatang yang diperintahkan oleh
Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena
Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh
binatang yang dimakan” (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah
dan Al-Majmu’ Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).
“Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi
memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak” (HR. Bukhari no. 3359 dan
Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)”
“Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya”.
12. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH
“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah
melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung
surad. ” (HR Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu
Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis
4/916). Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: “Setiap hewan yang
dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh
dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” (Lihat Al-Majmu’ (9/23)
oleh Nawawi).
Haramnya hewan-hewan di atas merupakan
pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya
kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. (Lihat Subul Salam
4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi).
“Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah
bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu
Rasulullah melarang membunuhnya. (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269),
Nasa’i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan
Ibnu Hajar dan Al-Albani).
Haramnya katak secara mutlak merupakan
pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang
shahih dari madzab Syafe’i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq,
Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal
kecuali katak (lihat pula Al-Majmu’ (9/35) , Al-Mughni (13/345), Adhwaul
Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma’bud (14/121) oleh Adzim
Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam)
13. BINATANG YANG HIDUP DI 2 (DUA) ALAM
Sejauh ini BELUM ADA DALIL dari Al
Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan
yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang
hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
Berikut contoh beberapa dalil hewan hidup di dua alam :
KEPITING – hukumnya HALAL sebagaimana
pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.(Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah
dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm).
KURA-KURA dan PENYU – juga HALAL
sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan
Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi
Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).
ANJING LAUT – juga HALAL sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).
KATAK/KODOK – hukumnya HARAM secara
mutlak menurut pendapt yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang
dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar