Jakarta, Bila di Indonesia gemuk dianggap sebagai
lambang kemakmuran, tidak sama halnya dengan di Amerika. Di Amerika
orang-orang yang gemuk kebanyakan justru berasal dari kalangan sosial
ekonomi menengah ke bawah. Mengapa demikian?
"Di Amerika orang yang obesitas (kegemukan) itu cenderung dari orang yang sosial ekonominya rendah, berbeda dengan orang Indonesia yang menganggap gemuk itu sebagai lambang kemakmuran," jelas Prof dr Jose Rizal Latief Batubara, SpA (K), PhD, Guru Besar Endokrin Anak FKUI-RSCM, dalam acara Media Edukasi 'Kenali Jenis Gula Tambahan, Indeks dan Beban Glikemik Serta Dampaknya pada Anak!' di The Energy Cafe, Jakarta, Kamis (23/2/2012).
Menurut Prof Rizal, hal ini disebabkan karena pola makan. Orang-orang dari kalangan sosial ekonomi menengah ke atas cenderung memiliki pengetahuan tentang kesehatan yang cukup, sehingga bisa memilih makanan mana yang sehat, serta juga mampu menyediakan biaya untuk melakukan olahraga seperti gym.
"Sedangkan orang yang miskin disana makannya junk food, karena harganya lebih murah. Kalau disana junk food adalah makanan untuk orang yang tidak mampu, di Indonesia malah junk food yang beli orang-orang kaya," lanjut Prof Rizal.
Junk food dipilih karena praktis dan cepat kenyang. Padahal junk food terbukti mengandung lemak trans (lemak jahat) dam kalori yang tinggi, yang berpotensi memicu kegemukan dan penyakit metabolisme seperti diabetes dan hipertensi.
Hal berbeda terjadi di Indonesia. Karena dipengaruhi oleh gaya hidup dan masih termakan anggapan gemuk adalah lambang kemakmuran, kegemukan bahkan sudah banyak terjadi pada anak-anak dari keluarga menengah ke atas di Indonesia.
Berdasarkan Riskesdas 2010, ada 19 persen anak-anak di DKI Jakarta yang mengalami obesitas, yang rata-rata berasal dari keluarga kalangan ekonomi menengah ke atas
"Coba saja Anda lihat ke SD di sekolah-sekolah swasta, banyak anak-anak yang obesitas disana. Dan yang perlu ditekankan, pada orang Chinese masih banyak yang percaya mitos bahwa gemuk itu lambang kemakmuran. Jadi anaknya banyak yang dipaksa untuk gemuk. Mitos ini susah untuk dihilangkan. Padahal gemuk bukanlah sumber kemakmuran, tapi sumber penyakit," tutup Prof Rizal.detik.com
"Di Amerika orang yang obesitas (kegemukan) itu cenderung dari orang yang sosial ekonominya rendah, berbeda dengan orang Indonesia yang menganggap gemuk itu sebagai lambang kemakmuran," jelas Prof dr Jose Rizal Latief Batubara, SpA (K), PhD, Guru Besar Endokrin Anak FKUI-RSCM, dalam acara Media Edukasi 'Kenali Jenis Gula Tambahan, Indeks dan Beban Glikemik Serta Dampaknya pada Anak!' di The Energy Cafe, Jakarta, Kamis (23/2/2012).
Menurut Prof Rizal, hal ini disebabkan karena pola makan. Orang-orang dari kalangan sosial ekonomi menengah ke atas cenderung memiliki pengetahuan tentang kesehatan yang cukup, sehingga bisa memilih makanan mana yang sehat, serta juga mampu menyediakan biaya untuk melakukan olahraga seperti gym.
"Sedangkan orang yang miskin disana makannya junk food, karena harganya lebih murah. Kalau disana junk food adalah makanan untuk orang yang tidak mampu, di Indonesia malah junk food yang beli orang-orang kaya," lanjut Prof Rizal.
Junk food dipilih karena praktis dan cepat kenyang. Padahal junk food terbukti mengandung lemak trans (lemak jahat) dam kalori yang tinggi, yang berpotensi memicu kegemukan dan penyakit metabolisme seperti diabetes dan hipertensi.
Hal berbeda terjadi di Indonesia. Karena dipengaruhi oleh gaya hidup dan masih termakan anggapan gemuk adalah lambang kemakmuran, kegemukan bahkan sudah banyak terjadi pada anak-anak dari keluarga menengah ke atas di Indonesia.
Berdasarkan Riskesdas 2010, ada 19 persen anak-anak di DKI Jakarta yang mengalami obesitas, yang rata-rata berasal dari keluarga kalangan ekonomi menengah ke atas
"Coba saja Anda lihat ke SD di sekolah-sekolah swasta, banyak anak-anak yang obesitas disana. Dan yang perlu ditekankan, pada orang Chinese masih banyak yang percaya mitos bahwa gemuk itu lambang kemakmuran. Jadi anaknya banyak yang dipaksa untuk gemuk. Mitos ini susah untuk dihilangkan. Padahal gemuk bukanlah sumber kemakmuran, tapi sumber penyakit," tutup Prof Rizal.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar